Dua tuntutan yang disuarakan demonstran dari Aliansi Masyarakat Kuningan (Alamku) di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kuningan
Kuningan, HUMAS MEDIA – Aliansi Masyarakat Kuningan (Alamku) yang terdiri dari tujuh organisasi menggelar aksi demonstrasi di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) pada Rabu (10/12/2025).
Aksi Alamku menyuarakan dua tuntutan utama: menjaga kelestarian alam Gunung Ciremai sebagai harga mati dan mengecam maraknya pemanfaatan air ilegal di kawasan tersebut. Pemanfaatan air ilegal dinilai menjadi biang keladi kekeringan.
Ketua Alamku Yusuf Dandi, menyebutkan kelestarian alam tidak boleh terganggu oleh apapun. Alamku melihat masih banyak pemanfaatan air ilegal yang berasal dari kawasan Gunung Ciremai yang dibiarkan saja.
”Kami melihat di Kabupaten Kuningan masih banyak sekali pemanfaatan-pemanfaatan air yang ilegal dan tidak berizin, tetapi itu dibiarkan saja,” ujar Yusuf Dandi.
Baca Juga: Sorotan Menag Soal Hutan Kampus Pesantren Annuqayah, Sumenep
Yusuf Dandi menegaskan, praktik pemanfaatan ilegal ini telah berdampak pada kekeringan di desa-desa di bawahnya, seperti Desa Cileuleuy dan Desa Puncak.
Hasil Panen Turun
Massa mengklaim hari ini masyarakat tidak bisa bercocok tanam seperti 5-10 tahun lalu dan ada penurunan nilai panen di sekitar wilayah Cigugur, dari yang biasanya 2-3 kali kini sulit mencapai 2 kali panen.
Dalam pertemuan, Kepala BTNGC disebut memberikan jawaban yang masih simpang siur. Massa aksi mengungkapkan bahwa setelah setengah jam didesak, Kepala BTNGC baru mengakui bahwa ada 15 titik pemanfaatan air yang belum berizin.
Namun, angka ini disebut hanya mencakup daerah Palutungan saja, belum termasuk wilayah lain seperti Linggarjati, Pasawahan, dan Telaga Remis.
”Saya tanya debit air saja dia menjawabnya tidak jelas… Saya tanya berapa yang tidak berizin saja, setelah setengah jam ditekan baru menjawab ada 15 tidak berizin,” katanya.
Melihat persoalan yang terus berulang, Alamku yang mewakili delapan organisasi menyepakati tuntutan yang sangat tegas.
”Kami meminta dengan sangat dan dengan hormat kepada Presiden Prabowo juga kepada Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan, untuk membubarkan saja BTNGC di Kabupaten Kuningan,” tegasnya.
Proses ke Ranah Hukum
Selain tuntutan pembubaran, massa juga menanggapi penegasan Kepala BTNGC yang menyatakan tidak pernah terjadi korupsi atau pungli di lingkungan BTNGC. Mereka menyatakan, jika masyarakat dapat membuktikan ada satu saja kasus korupsi di BTNGC, mereka akan menuntut Kepala BTNGC untuk segera mundur.
Massa Alamku menyatakan sangat tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh pihak BTNGC. Mereka memastikan tidak akan ada audiensi kedua, namun berencana membawa data temuan mereka ke ranah hukum.
”Kita akan melaporkan data yang kami punya terkait besaran titik-titik air. Kami sudah mengumpulkan data, ada data titik-titik air bersama besaran volumenya, ke mana saja mereka larinya,” jelasnya.
Data tersebut, yang dikumpulkan oleh Alamku dan diperkirakan mencapai 40-an titik di daerah Palutungan dan Cisantana, akan diserahkan pada Kepolisian atau Kejaksaan agar memilah mana yang berizin untuk masyarakat, dan mana yang digunakan untuk kepentingan komersial tanpa izin.


